Respon Tubuh terhadap Invasi Patogen


Dr. Yohanes George

Sejak kemajuan dibidang biomolecular di dalam ilmu critical care sejak tahun 1990 an maka proses perjalanan sepsis sampai terjadinya disfungsi organ sudah hampir clear bahwa umumnya yang menyebabkan gagal multiorgan dan kematian adalah respon tubuh itu sendiri bukan karena bakteri nya. Sir William Osler sudah meramalkannya tahun 1908. 

Sejak adanya invasi pathogen baik itu virus , bakteri atau jamur kedalam tubuh maka sistim immune tubuh akan berespon. Respons pertama thd pathogen di tingkat lokal organ spt paru atau GI track berupa aktifasi nya sistim immune lokal yaitu lepasnya mediator IL-1 dan TNF-a sehingga terjadi pemecahan inhibitor NF-kB sehingga memicu produksi mRNA dan di mulai lah produksi cytokine proinflamasi yg tujuan nya utk membunuh pathogen tsb. 

Namun proses ini berjalan terus (continuum process) dan tergantung load pathogen, virulensi, genetic polimorphism termasuk comorbid dimana mediator di tingkat lokal melakukan spillover ke dalam sirkulasi sistemik dan memicu release nya mediator cytokine sistemik seperti TNF-a dan IL-1 dalam waktu 1 jam setelah insult yang disebut SIRS. 

TNF-a dan IL-1 ini yg bertanggung jawab terhadap terjadinya demam dan release nya stress hormon seperti katekolamin, vasopresin dan RAAS. Sedangkan IL-6 bertanggung jawab utk stimulasi Acute-phase reactans seperti CRP dan procalcitonin. Pada infeksi (non-trauma) TNF-a semakin banyak di produksi sehingga semakin banyak di produksi IL-6 dan IL-8 sehingga insiden demam lebih banyak pada kasus infeksi. 

Cytokine proinflamasi ini selain bekerja langsung pada sel juga secara sekunder mengaktifasi kaskade koagulasi dan sistim komplemen juga melepas nitric oxide, platelet activating faktors, prostaglandin dan leukotrient. Dan jika produksi proinflamasi ini tidak terkendali (tergantung genetics polimorphism, comorbid dan usia) maka akan terjadi autodigest dimana mediator2 ini justru merusak sel sehingga terjadi gangguan fungsi organ2 (MODS) dan kematian. 

Sistim homestasis tubuh saat proinflamasi cytokine ini release adalah mengeluarkan juga cytokine untuk menetralisir proinflamasi cytokine agar tidak terjadi overproduksi dengan me release anti-inflamasi cytokine yg bekerja secara negative feedback mechanism. Cytokine anti-inflamasi yg dominan adalah IL-10 dimana peningkatan produksi IL-10 akan meniadakan produksi proinflamasi dan release nya cytokine anti-inflamasi ini disebut sebagai CARS. Namun jika produksi anti-inflamasi ini juga tidak terkontrol atau berlebihan dimana tidak ada lagi produksi proinflamasi cytokine maka sistim immune tubuh akan mengalami Anergy yaitu immunoparalysis, dimana setiap ada pathogen invasi maka sistim immune proinflamasi akan diam saja. Akibat nya terjadi re-sepsis atau nosokomial infeksi yg berlanjut jadi septic shock dan gangguan fungsi organ dan kematian. 

Sampai saat ini memang masih sulit mendeteksi adanya immunoparalysis di ICU, karena parameter klinis tidak bisa di pakai. Belakangan mulai dipakai pemeriksaan immunology seperti IL-10 dan HLA-DR. Parameter2 status immune ini pun masih dipakai hanya untuk menyatakan prognosis misalnya pada preoperatif high risk surgery, paska multiple trauma atau paska sepsis jika nilainya menyatakan status immune pasien immunoparalysis maka bisa dikatakan pasien terpapar sekunder Infeksi postoperative atau terpapar terjadinya re-sepsis dimana perlu kecermatan dalam memberikan broadspectrum antibiotic. 

Jadi SIRS dan CARS adalah sistim keseimbangan tubuh menghadapi suatu insults baik itu trauma maupun infeksi. SIRS dan CARS saling berinteraksi untuk fighting infeksi dan mengontrol agar tidak terjadi over produksi. Jadi tidak bisa di adu head to head atau versus melainkan saling melengkapi. George 2020.
Previous
Next Post »