Bekerja Lebih Keras Kunci Survive Di Saat Sulit

(Seri Ngaji Bakulan 2)


Oleh : Komandan Gubrak

'Bagi pejuang, masa sulit adalah saat tepat mencuri kemenangan. Bagi pecundang, masa sulit adalah saat tepat meratapi kekalahan'

Foto yang penulis tautkan hanya sekedar contoh, bagaimana sebuah usaha yang dikelola dengan baik, nyatanya masih mampu membukukan progres di saat situasi sedang sulit sulitnya. Itu bukan data bisnis di sektor sayur mayur, karena semua orang paham bahwa di saat pandemi 'bakulan sayuran' rata rata naik daun. Efek stay at home membuat konsumen mengubah pola konsumsi dari membeli makanan jadi ke memproduksi sendiri makanan. Tautan tersebut adalah bisnis ritel kelontong yang penulis kelola.

Dari data caturwulan pertama, setidaknya ada kenaikan omset sekitar 62% dibanding tahun sebelumnya. Memang, momentum stay at home turut mempengaruhi kenaikkan omset karena bisnis kelontong sebagian memiliki irisan yang sama dengan bakul sayuran. Tapi, kenaikan yang relatif tinggi itu tentu tidak sepenuhnya faktor momentum. Apalagi warung kelontong kami dari awal sengaja didesain berbeda. Beda dengan warung sayur (yang juga kami kelola) tak jauh dari rumah dan sedikit beda dengan warung kelontong kompetitor.

Bekerja Lebih Keras

Jauh sebelum wabah, tepatnya akhir tahun 2019, kami mencanangkan program untuk menaikkan omset menjadi 60 juta per bulan atau naik 33% dari target sebelumnya. Sebagai catatan, target 2019 adalah mencapai posisi angka 45 juta/bulan. Jadi, angka 30an juta di caturwulan pertama hanya start, karena pada akhir tahun kami sanggup mencapai angka 45 juta/bulan.

Untuk mencapai kenaikkan 33% tentu bukan perkara mudah. Dibutuhkan strategi matang dan terukur untuk menggapainya. Dan kerja lebih keras adalah salahsatu cara. Jika biasanya kami mengoperasikan toko dari jam 12 siang hingga jam 1 malam, dengan target berbeda, kami mulai memperpanjang jam kerja. Tutupnya tetap, tapi bukanya lebih awal. Yakni jam 7 pagi atau tambah 5 jam lebih lama. 

Inovasi Produk

Saya tipe orang yang terbiasa berpikir terbalik dengan kebanyakan kawan lain. Saat orang berpikir bahwa suatu produk tak memiliki prospek karena keuntungan tipis atau jarang dibutuhkan, justru buat kami itu peluang. Oleh sebab itu, tak heran jika di ruang toko kami banyak terpampang produk non kelontong. Ada produk terkait listrik, jam dinding dan sebagainya. 

Selain memperpanjang jam kerja, upaya yang kami lakukan adalah memperluas ruangan. Menambah ruangan dari 15 meter persegi menjadi 22,5 meter persegi. Soal ukuran ruangan ini sebenarnya ada hal yang menarik dan kadang tidak terpikirkan pengelola ritel. Jika pembaca cerdas, dari ukuran ruangan sejatinya kita bisa menghitung seberapa besar prospek. Ukuran 7,5 memberi angka omset 30an sebulan, 15 meter persegi bisa di angka 45 dan 22,5 di angka 60. Tentu setiap tempat berbeda. Karena ada banyak faktor yang mempengaruhi. Jumlah dan jenis barang yang dijual, harga, minat konsumen dan juga peta kompetitor.

Penambahan ruangan itu kami barengi dengan inovasi produk. Menaikkan stok, memperbanyak jenis dan juga mendesain ulang tata letak. Rokok masih menjadi unggulan, itu sebabnya kami tetap menambah jenis. Begitu juga produk minuman, makanan dan produk lain. Semua ditingkatkan. Kami juga mulai serius meningkatkan populasi produk kosmetik. Tidak sekedar sabun, odol dan kawan kawan. Bahkan mulai menjual cat rambut. 

Inovasi memang memberikan resiko pada pelaku. Ketidakpahaman suatu produk, kalkulasi yang salah dan manajemen tak terkontrol bisa malah mendatangkan kerugian. Tapi, jika itu tak dilakukan, kita akan kehilangan kesempatan untuk maju.

Ada banyak inovasi yang bisa kita lakukan untuk menarik minat konsumen. Di masa wabah ini misalnya, toko kami juga berusaha ikut ambil bagian membantu khalayak terdampak. Membagikan paket sembako (meski tak seberapa) dan juga menyediakan hand sanitizer untuk pembelian dalam jumlah tertentu. Memang tidak bisa maksimal seperti yang dilakukan para aktivis sosial lainnya. Tapi intinya adalah bagaimana memberi servis terbaik pelanggan.

Dalam Kesempitan Ada Kesempatan

Pada pilpres 2019 silam, seorang politisi mengatakan 'rampoklah tetanggamu yang kebakaran'. Narasi ini sebenarnya adalah salahsatu teori perang. Dibalik masa sulit sebenarnya ada kesempatan meraih kesuksesan. Wabah ini tentu saja tidak diinginkan banyak orang. Karena kerugiannya sungguh luar biasa. Tapi, dalam kompetisi terbuka, kesulitan justru menjadi satu kesempatan untuk mencuri kemenangan. Semua orang terdampak, semua orang menderita, semua orang berhenti melangkah. Tapi para juara akan menanggalkan keluh kesah. Memutar otak, menyingsingkan lengan baju, menaikkan mobilitas dan berkemas menyongsong tantangan. 

Ketika menghadapi tembok tebal lagi tinggi. Pecundang akan mundur teratur, menunggu waktu seraya menyalahkan sana sini. Tapi para pejuang segera beringsut mengambil tali, berusaha memanjat dan melompat. Meski akhirnya tembok itu runtuh dan semua orang bisa melewati, tapi mereka tak lagi menemukan sang juara. Karena sudah berlari jauh di depan.

Previous
Next Post »